Jumat, 05 September 2008

Kampung Tua nan Elok, Bawomataluwo, Nias

Sejenak singgah di sebuah kampung tua di daerah Nias Selatan, kampung yang berada di atas bukit dengan hamparan tanah yang cukup strategis yang sampai saat ini didiami lebih dari 7000 kepala keluarga . Bawomataluwo namanya. Disuguhi karya arsitektur maha besar dan diilhami pemahaman tentang kayu yang sangat cerdas sehingga dapat menghasilkan mahakarya sebuah rumah adat yang umurnya lebih dari 200 tahun.

Bawomataluwo yang berarti bukit matahari, berada di selatan Nias. Terletak di atas bukit, desa adat ini merupakan salahsatu peninggalan jaman Megalith yang tersisa di Indonesia. Kekhasan ini bisa dilihat dari dominannya penggunaan batu dalam artefak mereka.

Desa Bawomataluwo selesai dibangun pada tahun 1865. Keberadaan desa ini sebagai desa pengganti Orahili yang dibakar pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1860. Desa Bawomataluwo paling terkenal, karena kekhasan arsitektur dan tradisi Fahombo Batu. Selain tiga desa adat lainnya yaitu, Botohilitano, Orahili, dan Hilinawa Mazinge.

Batu dan kayu mempunyai peranan yang penting bagi kebudayaan Nias. Batu digunakan sebagai simbol upacara, halaman rumah, dan status sosial seseorang. Sedangkan kayu, digunakan untuk rumah maupun patung leluhur (Adu Satua). Penempatan dan penggunaan kedua benda itu di tempat berbeda, mempunyai arti yang berbeda pula. Batu, yang digunakan diluar rumah, mempunyai arti sebagai lambang kekuasaan dan kayu, yang diletakkan di dalam rumah dikhususkan sebagai benda privat.

Fahombo Batu atau loncat batu di Nias merupakan tradisi yang masih bertahan sampai saat ini. Tradisi Fahombo hanya bisa ditemukan di Nias Selatan. Dalam Fahombo, hanya laki laki saja yang boleh melakukan tradisi ini.
Batu yang dilompati dalam tradisi Fahombo Batu mempunyai tinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm. Batu batu itu disusun dengan cara ditumpuk diatas galian tanah. Pembuatannya dilakukan gotong royong oleh pemuda Bawomatolu
wo.

Kedewasaan laki laki ditentukan melalui Fahombo Batu. Anak lelaki yang dengan sempurna melompat dan melewati tumpukan batu dianggap telah matang secara fisik dan dewasa. Jika berhasil melewati batu, diadakan syukuran dengan menyembelih ayam dan hewan lainnya. Selain itu, ada hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Misalnya menikah, dan membela kampungnya. Fahombo batu juga merupakan ajang pemilihan panglima kampung atau Samu’i Mbanua.

Label:

1 Komentar:

Anonymous Anonim mengatakan...

Bulan lalu saya ke desa bawomatalouw,desa tersebaut sbgat luar biasa dijadikan sebagai heritage tourrism karena peningalan megalith yg masih alami,dan saya ingin tanya tentang Fahombu batu,,ada nggak seorang lelaki yang ingin melakukan hombo batu tpi tidak tercapai mis,jatuh atau kecelakann,itu gmna penangannnya? terima kasih

3 Agustus 2010 pukul 21.13  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda