Rabu, 13 November 2013

Model Pengorganisasian Rakyat untuk Perbaikan Kampung berskala Kota


Merupakan program percontohan Community-driven Slum upgrading pertama yang dilakukan oleh Arkomjogja secara independen, mulai dari proses identifikasi lokasi kampung-kampung miskin di bantaran sungai di Kota Yogyakarta, mengorganisir kampung, menjaringkan satu sama lain dalam sebuah organisasi komunitas, hingga melakukan perbaikan infrastruktur dan fasilitas bersama menggunakan teknologi alternatif seperti bambu serta melakukan program renovasi rumah menggunakan sistem tabungan kelompok perempuan.

Menggunakan dana Small Project Asian Coalition for Community Action (ACCA) tahun 2010, proses penataan kampung-kampung di bantaran sungai dimulai dengan melakukan pemetaan dari salah satu kampung di bantaran Sungai Gajah Wong. Hasil pemetaan digunakan untuk melakukan project pertama pembangunan jalan setapak paving blok sepanjang 135 meter dengan cara gototng royong. Permasalahan lain yang muncul di dalam pemetaan adalah masalah keamanan lahan bermukim karena berada di lahan informal, yaitu lahan sultan ground. Hasil pemetaan ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi kampung lain dengan masalah yang hampir mirip untuk kemudian bekerja berjaringan memecahkan masalah permukimannya.

Proses memahami masalah dari kamupng ke kampung secara bersama, melakukan aksi dan bekerja secara berjaringan antar kampung adalah bagian dari metode Participatory Action Research (PAR) yang dikembangkan oleh para Arsitek Komunitas (ARKOM) Yogyakarta. Warga meriset sendiri wilayahnya, mencoba memahami maslah dan potensinya untuk kemudian melakukan aksi konkret atas hasil riset mereka sendiri.

Pada tahap pertama wakil-wakil warga bersama tim Arkomjogja berhasil memetakan 7 kampung di bantaran Sungai Winongo dan Gajah Wong. Hasil pemetaan menunjukkan permasalahan yang relatif sama tentang keamanan bermukim di lahan informal dan rawan bencana, ketidakadilan program pemerintah yang masuk ke wilayah kampung-kampung di bantaran sungai dan buruknya kulaitas rumah dan infrastruktur yang ada. Untuk menguatkan semangat komunitas dalam memecahkan masalah bersama, dilakukan project kecil seperti pembangunan balai warga dari bambu, MCK umum dan perbaikan tanggul sungai.



Hasil pemetaan di 7 kampung kemudian dikembangkan lagi untuk melakukan pemetaan tahap 2 dengan konsep city-wide, yang akhirnya didapat peta 31 kampung di 2 bantaran sungai, yang dilakukan sendiri oleh warganya. Di dalam peta memuat berbagai masalah permukiman seperti buruknya kondisi fisik rumah, tidak mempunyai sistem sanitasi dan pengolahan limbah, buruknya jalan setapak, maslah tanggul, minimnya MCK, tidak adanya fasilitas bersama seperti balai warga dan yang paling utama ditemukan bahwa 31 kampung menempati lahan informal. Secara spesifik hasilnya adalah 16 komunitas di bantaran Winongo dan 15 komunitas di bantaran Gajah Wong, 5779 jiwa, 1693 KK menempati lahan informal yang tidak aman:
·         13 komunitas tinggal di lahan informal
·         4 komunitas tinggal di lahan milik sultan (Sultan Ground)
·         9 komunitas tinggal di lahan privat dengan sewa secara informal
·         3 komunitas tinggal di lahan milik pemda
·         2 komunitas menempati lahan bermasalah (sengketa)

Masalah mendasar yang muncul di komunitas-komunitas tersebut adalah 774 jiwa di 11 komunitas kondisi jalannya buruk, 834 jiwa di 14 komunitas permukimannya tidak memiliki sistem drainase, 3.175 jiwa di 24 komunitas membuang limbah rumah tangga langsung ke sungai, 524 jiwa di 11 komunitas tidak memiliki MCK, 1.360 jiwa di 23 komunitas membuang sampah langsung ke sungai. 


Hasil pemetaan di 31 kampung ini digunakan sebagai dasar untuk membangun organisasi komunitas di tingkat kota, yaitu Paguyuban Kali Jawi. Pada bulan Juli 2012 31 kampung mulai berorganisasi dan berjaringan bersama. Organisasi adalah alat untuk melakukan advokasi kepada pemeringah kota agar wilayahnya lebih diperhatikan untuk dilakukan penataan. Sementara dana dari ACCA digunakan untuk menyelesaikan masalah kampung secara berkelompok dengan memulai gerakan menabung harian oleh perempuan. 

Gerakan menabung dilakukan untuk modal memecahkan masalah kampung masing-masing dengan dibagi menjadi 2 peruntukan, yaitu untuk dana rehabilitasi fasilitas bersama dan tabungan renovasi rumah. Untuk tabungan infrastruktur digunakan sistem pinjaman dari kelompok yang ingin melakukan pembangunan infrastruktur dengan plafond anggaran maksimal 1,000 USD. Arkomjogja memperkenalkan teknologi alternatif menggunakan bambu awet untuk membangun balai warga, di samping pembangunan lain seperti jalan setapak, tanggul sungai dan MCK umum. Prosses dilakukan dengan melakukan perencanaan kampung, pembuatan desain dan pembuatan anggaran material. Oleh karena itu, semua produk fisik yang dihaslikan oleh masyarakat di Kali Jawi adalah bukan ending atau tujuan, namun hanya sebagai alat untuk mencapai cita-cita besar menuju perubahan, yaitu pemenuhan hak bermukim, kemandirian dan terorganissasinya masyarakat.



Kelompok tabungan membentuk tim konstruksi dan jadwal kerja gotong royang per kelompok, disertai modal yang telah ada dari tabungan yang sudah berjalan. Sedangkan tabungan renovasi rumah dilakukan dengan sistem giliran perbulan, di masing-masing kelompok di 19 kelompok. Prosesnya dilakukan dengan melakukan perencanaan bersama rumah-rumah yang akan direnovasi, kemudian membuat gambar bersama dan menghitung kebutuhan material. Dengan proses ini semua anggota kelompok tabungan diharapkan mempunyai kemampuan dasar menggambar rumah (denah, tampak, potongan) secara skalatis dan pembuatan rencana anggaran belanja renovasi rumah masing-masing.

Proses membangun bersama warga juga digunakan untuk menjaringkan kelompok mahasiswa arsitektur dari berbagai universitas untuk terlibat kerja-kerja komunitas menggunakan material murah dan teknologi lokal. Workshop bersama, kerja gotong royong secara periodik dilakukan sebagai bagian dari proses belajar bersama dan menguatkan tim tabungan, tukang kampung, arsitek komunitas dan universitas.

Tabungan dari 19 kelompok yang digunakan untuk renovasi rumah sejak Juli 2012 hingga Juli 2013, telah terkumpul kas kelompok sebanyak 6,200 USD dan telah merenovasi 55 rumah. Target renovasi rumah hingga akhir 2013 adalah 102 unit rumah. Keberhasilan menjalankan sistem tabungan kelompok dengan menggabungkan dana ACCA dan dana tabungan komunitas, digunakan untuk melakukan advokasi kepada pemerintah kota agar terbangun kerjasama strategis di tingkat kota, dengan mempromosikan dana pembangunan kota. Namun upaya ini masih belum berhasil karena terkendala birokrasi formal yang belum mau berubah. Akan tetapi kerjasama dengan pihak pemerintah kota, dinas-dinas terkait pembangunan sudah terjalin bahkan DPRD Kota menawarkan kerjasama strategis untuk perluasan wilayah kampung-kampung miskin di seluruh bantaraan sungai. Selain itu beberapa usulan dari organisasi Kali Jawi hasil pemetaan kampung, telah direalisasikan oleh pemda meskipun caranya masih belum sesuai dengan harapan warga, dengan pengelolaan penuh perencanaan, manajemen dan pembangunan oleh rakyat. 

Yang membanggakan, setelah 14 bulan menabung, Paguyuban Kali Jawi telah berhasil mempunyai tabungan lebih dari 80 juta, berhasil merenovasi rumah tidak layak huni anggotanya sebanyak 82 rumah, membangun 3 balai bambu, beberapa MCK dan jalan setapak, tanpa perlu menunggu bantuan dari luar. Setidaknya prestasi Kali Jawi, yang di dalamnya 95% anggotanya adalah para ibu, telah menjawab anggapan dari sebagian pihak yang mengatakan bahwa Kali Jawi GAGAL.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda