Senin, 02 Agustus 2010

Usaha Warga Jakarta Utara Bikin Gas Sendiri


Berawal dari perbincangan di warung dengan Pak Hartoyo, pemilik warung kecil di Kampung Rawamalang, Cilincing, Jakarta Utara yang terinspirasi dari berita di televisi bahwa gas untuk kebutuhan dapur katanya bisa didapat dari memanfaatkan dan mengolah kotoran hewan ternak. Memang Pak Hartoyo adalah seorang peternak ulet. Pria asal Grobogan, Jawa Tengah ini sudah mulaibeternak di Jakarta Utara sejak 25 tahun lalu. Ia memelihara 8 ekor sapi, 100 ekor kambing dan 150 ekor bebek, dengan memanfaatkan lahan yang tak begitu lebar di pinggir sungai sebagai kandang ternak.

Apalagi melalui kelompok tabungan perempuan Kampung, Pak Hartoyo diberi informasi bahwa warga Papanggo juga baru mencoba memanfaatkan kotoran manusia menjadi gas untuk memasak. Mendengar kabar tersebut, dia pun menanyakan kepada Urban Poor Concortium (UPC) kemungkinan membuat hal yang sama untuk keluarganya (secara individu) dengan memanfaatkan kotoran ternak (bebek, kambing dan sapi) yang banyak dipelihara di Kampung Rawamalang.

Sebagai pendamping Kampung Rawamalang, UPC pun langsung menangkap ide Pak Hartoyo sebagai hal yang baik dan perlu dicoba sebagai percontohan, mengingat pada saat itu sedang dilakukan program bersama penataan kampung-kampung miskin di Jakarta Utara. Pembuatan Biogas individu sebagai kegiatan yang disatukan dengan kegiatan Penataan Kampung sekaligus memberi contoh untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Dengan memanfaatkan lahan sempit 2x4 meter persegi, reactor biogas sederhana dibuat menggunakan plastic dan ditanam di dalam tanah. Reaktor biogas dan instalasinya dibuat sangat sederhana dan menghabiskan uang swadaya Pak Hartoyo sebesar 1,7 juta rupiah.

Sedikit harus bersusah payah, karena lokasi kandang ternak berada di seberang jalan, membuat Pak Hartoyo setiap 2 hari sekali harus membawa 4 ember besar kotoran sapi menggunakan ember memasukkan ke reactor biogas. Melalui bak kontrol dari ember bekas, kotoran dimasukkan ke reactor secara perlahan dengan cara mengaduk dan dicampur air. Ini adalah kegiatan baru Pak Hartoyo. Menyenangkan katanya, karena sore dimasukkan kotoran, pagi berikutnya api sudah bisa keluar sangat besar. Indikator keluarnya gas dilihat dari tabung plastik ukuran 1 meter yang digantung di belakang rumah. Bila plastik itu mengembung, berarti gasnya penuh.

Bu Hartoyo pun saat ini selalu tersenyum karena sudah lebih dari 6 bulan menggunakan Biogas dan tidak pernah ada masalah teknis terhadap kompor ataupun reaktornya. “Saya tidak pernah mersa kawatir kalau kompor gas saya akan meleduk seperti yang banyak terjadi dan sudah banyak warga yang mulai bertanya dan tertarik akan kompor Biogas saya yang murah dan anti meleduk”, tegas Bu Hartoyo. Kegiatan sehari-harinya terbantu sekali dengan biogas karena Bu Hartoyo mengelola warung makan kecil di rumahnya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda