Senin, 25 Mei 2009

Permukiman Kumuh Belum Tertangani

UN Habitat memperkirakan hampir satu miliar manusia tinggal di permukiman kumuh di kota-kota dunia. Sebagian besar permukiman kumuh tersebut berada di kota-kota negara berkembang.
Jika tidak tertangani dengan baik, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan kumuh diperkirakan akan meningkat dua kali lipat di tahun 2030. Sementara itu, Indonesia sendiri hingga kini memiliki kawasan kumuh seluas 47.393 ha.
“Dari jumlah kawasan kumuh itu, sampai tahun 2004, dengan dana APBN dan APBD pemerintah baru mampu menangani permukiman kumuh seluas 2.875 hektare. Artinya, masih terdapat 44.250 hektare permukiman kumuh yang saat ini menunggu penanganan lebih lanjut,” urai Ismanto, Plt Direktur Pengembangan Permukinan Ditjen Cipta Karya, Departemen PU membuka Pelatihan Nasional Koordinasi Pelaksanaan NUSSP

Tanpa Menggusur
Sehubungan dengan program meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan perumahan kumuh yang dihuni para KBR, pemerintah melalui Departemen PU mengembangkan program NUSSP. Program ini menawarkan pendekatan baru dalam pembangunan permukiman dan perumahan kumuh, melibatkan partisipasi aktif pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam implementasinya tanpa harus melakukan penggusuran.
Melalui NUSSP masalah kumuh perkotaan diselesaikan secara bertahap berbasis pada keberdayaan dengan model pemihakan terhadap keadilan, terutama pemihakan kepada KBR.
Menurut Dewi Chomistriana, Kepala Project Management Unit (PMU) NUSSP, kegiatan NUSSP diarahkan untuk memperbaiki permukiman kumuh di 32 kota di Indonesia, meliputi 796 kelurahan sasaran, dilaksanakan sejak tahun 2005-2009.
Berdasarkan verifikasi yang dilakukan tahun anggaran 2006, sasaran NUSSP sampai 2009 mencakup areal 3.761 hektare meliputi 8,3 juta penduduk, di mana 1,35 juta jiwa di antaranya berkategori miskin. Dana ini akan dibagikan kepada 32 kota di Indonesia. Setiap wilayah akan menerima bantuan sebesar Rp 9-13 miliar berupa pinjaman lunak.
Pemda yang mendapatkan kegiatan NUSSP wajib menyediakan dana pendamping dari APBD masing-masing, bervariasi antara 10,40 dan 70 persen terhadap nilai program NUSSP. “Dana pendamping pemda harus dicarikan terlebih dulu sebagai syarat untuk pencairan dana yang berasal dari pinjaman ADB,” ungkap Dewi.
Menurut Ismanto, setelah berjalan hampir dua tahun terdapat sejumlah kendala yang harus segera diatasi. Sasaran proyek ini adalah masyarakat miskin yang prioritas utamanya adalah pangan, disusul sandang, baru kemudian pendidikan dan perumahan. Artinya, kebutuhan akan perumahan bukanlah kebutuhan utama mereka.
“Sementara itu, untuk pinjaman ini dikenakan bunga sesuai bunga pasar. Ini memang agak memberatkan mereka, yang tidak merasakan kepentingan memiliki rumah sebagai hal utama. Oleh karena itu sekarang sedang dipikirkan langkah untuk memberikan subsidi bunga kepada mereka, sehingga kesulitan akan tingginya suku bunga dapat diatasi,'' sambungnya.

digunting dari milist tetangga
oleh;yk

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda